Senin, 16 Desember 2013

Jika ini yang terakhir

kita semua tahu, waktu bergulir begitu sahaja... tak pernah berhenti sejenak hanya untuk menahan napas yang sesak.
Ah, kalu bicara waktu memang tak kan pernah habisnya.. mereka terlalu muluk memang buat diperbincangkan.. kawanku... kali ini mungkin bukan sebuah kisah yang kan kubagi untukmu.. tapi bayangan-bayangan yang menari hebat dipikiranku. bayangan itu terus mengusikku.. dan kau tahu?? bayangan itu bertanya kepadaku.. jika ini yang terakhir, kau mau apa??

Dalam kondisi seperti ini aku tak pernah terbayangkan jika ini memang benar-benar yang terakhir dan tak kan ada awal yang memulai.. terang saja.. aku gugup dan terdiam jika pertanyaan ini akan terus menghantui ku?? tapi kalau memang harus dijawab aku akan menjawab namun itu butuh waktu kawanku..... dan kali ini aku perlahan akan memikirkannya... pertama jika ini memang yang terakhir.. mungkin akau akan berusaha semampuku untuk berbuat yang terbaik.. tapi dengan kondisi mentalku yang seperti ini rasanya ada keraguan besar di hatiku untuk melakukannya.. apalagi suasana yang kualami sekarang ini samasekali tak mendukungku... ah.. terlalu banyak keluhan memang.. orang bijak bilang... tak kan ada banyak kata keluhan dari orang yang selalu bersyukur... berarti aku kurang bersyukur.. duh,.. memahami diri sendiri sulit rasanya...
bukannya.. ingin untuk memperburuk diriku ini tapi terlalu susah untuk diajak ke arah kebaikan itu... Ya Rabb.. sesulit inikah melawan diri sendiri??
jika ini memang yang terakhir.. aku akan menyesali semua kesalahan-kesalahan yang pernah kulakukan... bukan hanya menyesali tapi juga memperbaiki Insya Allah jika itu memang benar-benar akan kulakukan demi yang terakhir.. tapi.. aku heran... kenapa hanya untuk yang terakhir kita melakukan yang terbaik???
ya karena memang tak ada kemungkinan lagi tentang kesempatan yang akan datang setelahnya... dan karena yang terakhir juga.. orang-orang baru menyadari jika sesuatu itu benar-benar berarti.. untuknya...

kawanku?? bagaimana menurutmu jika ini memang yang terakhir???

Selasa, 10 Desember 2013

Sensasi di kegelapan


Seperti pemandangan malam di laut pada gambar di atas, rasanya tenang sekali.. dan indah.. apalagi ditemani dengan bintang - bintang yang kemerlapnya berkilauan....
Ah.. sudahlah terlalu lebay bagiku mendeskripsikan keindahan kala malam hari di lautan... oke sob.. kali ini mari kita berbicara tentang sensasi.... apa itu sensasi..?? bukan kerjaan saya untuk memberi tahu.. kan ada oma Google yang super duper pintar.. cari ajha ndiri.. hihihihi... selamat mencari ya....
yup kembali lagi ke sensasi... kalo liat gambar di atas aja nggak cukup untuk merasakannya.. kalo gitu langsung aja ke lapangan... kwkwkkwk...

oke.. pengantar di atas sama sekali ngawur dan nggak nyambung dengan pembahasan kita kali ini. Baiklah untuk tidak memperpanjang pertelean ini, mari kita mulai dengan niat tulus dan ikhlas sembari mengucapkan Basmallah.... 
Kawanku... di saat kegalauan melanda dirimu.. (Macam pak Mario Teguh pula aku.. hihihi..)
pasti banyak permasalahan yang membuat engkau merasa rapuh dengan keadaanmu itu...
kau pasti ingin sendiri... menangis.. meratapi akan hal ikhwal yang kau hadapi...
dan akupun tahu bahwa engkau pasti sangat butuh dengan seseorang yang mau mendengarkan luahan isi hatimu.. namun untuk saat ini itu tak bisa ditemukan....
satu saranku kawanku...... dikala dirimu sudah berada pada fase itu.. maka lakukanlah metode yang kulakukan ini.. Insya Allah manjur hehehe.. itu sih menurut aku ya.. belum tau jika dicoba kekamu...
baiklah.. hal yang kulakukan adalah merasakan sensasi di tengah kegelapan.... saat galau itu kan dirimu ingin sekali menangis.. maka coba matikan lampu kamarmu.. dan sejenak kamu duduk di tengah gelap itu.. saran saya jangan sampai pikirannya kosong karena nanti bisa dirasuki roh jahat.. hihih.. tetap berpikir sehat... lalu renungkan semua kenangan dan peristiwa pahit yang kau alami.. ingat masa - masa pahit itu.. dan menangislah karenanya... karena tidak ada yang melihatmu menangis kala itu... menangislah sejadi-jadinya... dan ketika tangisanmu sudah berhenti... kenanglah peristiwa-peristiwa menyenangkan yang pernah kau alami.. peristiwa di mana orang-orang merasa bahagia di sampingmu.. 
oleh sebab itu ambillah kesimpulan dari renunganmu itu... ternyata.. di dunia ini kita dihadapkan dengan permasalahan yang berbeda-beda... bahkan setiap orang memiliki tingkat permasalahan yang begitu rumit...
katakanlah pada masalahmu itu... "Wahai masalah.. Allah-ku Maha besar....," yakinlah bahwasannya Allah punya alasan kenapa kita dihadapkan dengan perihal itu... percayalah Allah sangat sangat dan bahkan lebih dari sangat mencintai kita hambaNya....
sobatku... akhir dari renungan ini..nikmati kegelapannya.. dan bayangkan ada cahaya-cahaya putih yang bertebaran di depanmu... cahaya-cahaya itu adalah wajah ibumu yang sedang tersenyum bangga padamu, wajah ayah, saudara dan siapapun yang tersenyum karenamu... bayangkan bahwa mereka semua menunggu untuk kesuksesanmu... buktikan pada mereka... bahwa dirimu sudah dewasa kini... kamu bisa menghadapi permasalahan ini... 
setelah hatimu merasa lebih baik... hidupkanlah lagi lampu kamarmu... selanjutnya ambil secarik kertas.. dan torehkan di kertas itu apa saja yang telah terjadi dan yang telah kau lakukan selama ini... pada sisi kertas lainnya torehkan lah hal-hal yang ingin dan akan kau lakukan... untuk membuktikan pada mereka siapa dirimu sesungguhnya... lalu gantunglah kertas itu di tengah kamarmu.. atau taruh di mana saja yang bisa setiap saat kau baca....
setelah itu.. tidurlah.. dan larut dalam mimpimu yang segera kau raih......

siiip teman-teman... itulah metode mengatasi galau yang ingin kubagi denganmu...
semoga bermanfaat ya...  ^_^

Suatu Malam bersama Ayah….

Namaku Iza, aku adalah anak kedua kembar kedua dari empat bersaudara. Ayah dan Ibuku adalah asli keturunan Minang. Dan itu berarti aku asli anak Minang. Aku berbeda dengan saudaraku yang lainnya. Ya perbedaanku terletak dari keterbatasanku dari saudaraku yang lainnya, ya aku buta. Aku tak pernah melihat wajah dunia ini tapi aku merasakan betapa besar dunia ini. Keterbatasanku bukanlah penghalang dalam hidupku, bahkan aku bersyukur kepada Ilahi Rabbi karena masih diberi kesempatan memiliki kaki tangan dan tubuh yang sehat. Walau aku tak pernah melihat tapi aku memiliki perasaan peka yang luar biasa terhadap segala hal yang berada di dunia ini. Aku bangga menjadi keturunan Minang, karena Minang terkenal dengan perantauan pemudanya yang sudah ke mana – mana. Namun di sini bukan bicara Minang, tapi bagaimana aku bangga dengan Ayah yang bukan biasa bagiku, Ayah yang mungkin berbeda dari Ayah-ayah didunia lainnya. Dan juga bagi anak – anak yang tak mengetahui siapa Ayahnya, bahkan aku ingin mengajak anak tersebut menjadi saudaraku untuk merasakan betapa hebatnya Ayahku.

Ayahku orangnya sangatlah pendiam dan tak banyak muluk. Suatu ketika aku pernah menganggap ayah bukanlah ayahku, karena ia tak pernah menunjukkan kasih sayangnya padaku. Bahkan Ayah tak pernah berbincang padaku. Yang ku tahu Ayah mungkin hanya melirikku dari jauh mungkin dengan tatapan penuh jenuh. Aku tak tahu apa yang terjadi dengan Ayah? Apakah ia tak rela aku hadir di dunia ini ataukah ia tak berterima dengan kehadiranku di rumah yang semu ini. Aku tak tahu, yang penting bagiku kala itu Ayah bagaikan orang asing bagiku.

Ayah hanya bekerja lalu pulang ke rumah kemudian makan dan terus tidur. Begitulah kesehariannya di rumah. Untuk menyapanya saja aku sangatlah enggan, orang yang tak pernah aku ajak bicara itu juga tak pernah mencoba mengajak aku bicara bahkan saling menyapa. Sebenarnya setahuku ayah orangnya lincah berbicara tapi tidak denganku, bahkan dikala aku rindu suaranya aku menyelinap ke samping kamar Ayah dan Ibu untuk mendengarkan suaranya, begitulah aku ketika merindukan suara sang Ayah. Pernah suatu ketika aku berpikir aku rasanya tidak punya ayah.

Aku sungguh tak tahu perkara apa yang telah mendera rumah ini, dan pernah aku bertanya pada ibu tentang sikap Ayah, namun ibu selalu berkelebat ini-itu hingga tak pernah menjawab akan hal sikap Ayah padaku, hingga akhirnya aku mengurungkan diri untuk tidak lagi menanyakan perkara tersebut kepada Ibu. Di rumah aku hanya mengadukan segala keperluanku pada Ibu, tak pernah terbesit dipikiranku untuk meminta bahkan merengek pada ayah. Oh Ayah apa salahku??. Aku terus saja menunggu sampai kapan aku bisa menahan ini semua, dan sampai kapan Ayah mau bicara kepadaku.

Aku terus saja menunggu sampai ayah mau memberikan setetes kasih sayangnya padaku. Aku punya catatan harian yang menjadi teman bagiku, walau aku tak pernah melihat bagaimana jeleknya tulisanku tapi aku tau segala kata dan kalimat yang kutoreskan di buku harianku itu. Berikut tumpahan sembilu dihatiku yang ku tuliskan di buku harianku.

“ Duhai diariku, selamat malam….
Ada banyak rasa yang ingin kutumpahkan di kertas yang ku ketahui berwarna putih ini. Diari sampai detik ini aku masih menunggu kalimat yang kan ayah lontarkan padaku. Ingatkan aku ya diari, bahwa aku akan menulis dan menyimpan baik – baik kalimat atau kata yang pertama kali terlontar dari mulut ayah untukku.
Aku tau diari, ayah mungkin pernah mengumandangkan iqamah di telingaku sewaktu aku terlahir ke bumi yang fana ini. Tapi aku tak pernah tahu bagaimana perasaanku kala itu diari.
Diari, aku memang berbeda dengan saudaraku yang lain namun aku sangat berharap ayah tidak membedakan aku dengan saudarku yang lain itu.
Suatu saat nanti, ketika ayah sudah mulai akrab denganku…
Aku tak akan menanyakan perihal dia tak mau bicara denganku…
Tapi aku akan menunggu hingga ia akan mengakuinya sendiri….
Diari…, semoga saja malam ini do’aku di ijabah oleh Allah Azza Wa Jalla
Ya Rabb, ku mohon agar Engkau terus menjaga dan melindungi ayahku dari segala marabahaya yang kan menimpanya…, aamiinn..
Kalimat untuk ayah malam ini : “ Ayah.. aku ingin sekali melihat senyummu…, jika tak bisa aku hanya ingin mendengar tawamu!”

Begitulah goresan yang terus kubuat di dalam diariku. Di akhir diari aku selalu menyisipkan kalimat untuk ayah malam ini dan berharap suatu hari nanti ayah membacanya dan sadar betapa aku sangat mencintainya. Sungguh ayah cintaku sangatlah besar untumu.

Suasana di rumah mulai terasa berbeda ketika suatu hari terjadi keajaiban di dalam kesemuan rumah ini. Aku orang yang sangat suka dengan kreativitas, suatu malam aku ingin membuat sesuatu karya kerajinan tangan untuk karya perdanaku. Aku hobi membuat sesuatu dari kain flannel, aku tak tahu benda – benda menakjubkan yang telah aku buat. Namun malam itu, aku sangat ingin sekali membuat sesuatu dan itu ku sengaja untuk membuat gantungan kunci yang besar yang nantinya kan kujadikan kado ulang tahun untuk ayah. Ayah yang lahir di akhir tahun itu sangat aku cintai, aku ingin sekali memberinya kado terutama mainan kunci yang ingin kubuat sendiri dengan kemampuanku. Tapi, lem yang biasa aku pakai untuk membuat karya dari flanel itu sudah habis, aku tau saudaraku yang lain juga sering menggunakannya untuk perihal lain, dan kesalahanku juga tak pernah melarang mereka untuk mengambil barang – barang kerajinanku, karena aku takut mereka juga menjauhiku seperti ayah. Permasalahan lem ini menjadi perkara besar bagiku, aku merengek kepada ibu untuk segera membelikannya sampai aku tak mau berhenti menangis sampai lem itu ada di tanganku. Ibu terus saja menghiburku dengan memberikan lem yang berbeda, tapi aku tau itu bukan lem yang biasa aku pakai. Terus saja aku merengek manja dan memberontak pada ibu untuk membelikan lem itu.

Saat itu wajah dunia mulai gelap, sang raja siang sudah kembali pada peraduannya. Dan aku masih seperti sore tadi menangis tersedu sedan akan perihal lem yang aku butuhkan. Ibu hanya mebiarkanku seperti itu, sampai aku mau berhenti menangis sendiri. Tangisku terus saja mengerang hingga ayah pulang dari kantor. Aku yakin dia pasti menoleh padaku dan bertanya sebab musabab perihal dari tangisanku kepada ibu, namun suara langkah sepatunya mendekati tempat di mana aku duduk sembari menangis sendu. Dan tiba – tiba ia bertanya
padaku.

“Duhai Iza anak ayah !, ada apa gerangan Iza menangis tersedu sedan seperti ini?”, suaranya terdengar lirih mengalir ke telingaku.

Jujur aku termangu dan terdiam saat itu ketika mendengar ucapannya itu. Aku tak tahu perihal apa yang telah terjadi padanya hingga ia bersuara dan menaruh perhatian kepadaku.

“Ayah, Kau bicara padaku?” tanyaku heran kepadanya. Aku tak tahu wajah seperti apa terpampang di mukanya sekarang.

‘Iya, Iza. Ayah bertanya padamu. Ada apa gerangan yang terjadi pada anak ayah?”, ayah berusaha meyakinkanku atas apa yang ia katakana padaku.

“Ayah, Iza tidak punya lem untuk membuat karya. Dari tadi Iza meminta pada Ibu tapi belum jua dibelikan, kata ibu lem itu tidak ada dijual di warung sekitar. Namun Iza membutuhkan lem itu pada saat ini!” dengan tersedu – sedu aku ceritakan pada ayah perihal tangisanku. Dan aku berharap ayah mau memberi solusi yang baik untukku.

“Iza, tak usah menangis lagi. Habis mandi nanti ayah kan carikan lem itu untuk Iza, kita pergi bersama ya??” ayah dengan suaranya yang lepas mengungkapkan kalimat perhatian penuh syahdu kepadaku.

Aduhai betapa bahagianya aku ketika mendengar semua ungkapan ayah padaku senja ini. Sembari menunggu ayah mandi dan shalat, aku segera mencatat kalimat pertama yang ayah lontarkan tadi padaku. Sesuai janjiku pada diari untuk menulis dan menyimpan baik – baik kalimat pertama yang kan ayah lontarkan padaku tadi. Dan kini kalimat itu sudah berada di dalam kotak kecil yang selalu kujadikan kotak rahasiaku. Dan kuharap tulisanku itu akan abadi hingga akhir hayatku nanti.

Usai sudah ayah mandi dan shalat, malam itu sekitar jam setengah delapan ayah mengeluarkan motornya yang sebelumnya terletak di ruang dapur kami yang cukup luas. Terdengar olehku bising motornya telah hidup dan segera aku keluar menuju ayah.

“Ayo naik Za!!” ayah menyuruhku naik dibelakngnya.
Ibu datang membantuku untuk duduk di belakang ayah. Sekejap akupun kini telah berada di belakang punggung ayah yang hangat.
Ya Tuhan ucapku, sehangat inikah punggung seorang ayah..? aku nyaman dan damai rasanya dibelakang punggung ayah. Seumur hidup baru kali ini aku merasakan kehangatan dan kenyamanan punggung seorang ayah. Teman, betapa bahagianya aku saat itu mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sudah lama ku tunggu – tunggu dan kurindukan. Ayah aku semakin cinta padamu.

Motor ayah terus melaju menuju pusat kota kabupaten kami, sudah beberapa toko buku kami lewati namun semuanya sudah tutup, lem itu biasanya dijual di toko buku. Mungkin sudah malam makanya semuanya tutup. Namun, ayah tidak berputus asa dia terus saja mengendarai motornya dan aku berharap ayah tidak bosan dalam perjalananku bersamanya mencari sebuah lem yang tidak terlalu berharga. Sudah keliling kompleks toko kami lalui, si lem belum juga bersua malam itu.

“Ayah, sudahlah kalau tidak ada. Kita pulang saja ya.. sudah malam nanti ayah kedinginan!” dari belakang punggungnya aku berusaha untuk membuatnya segera pulang karena hari sudah mulai malam dan jarak kami masih jauh dari rumah.
“Jangan cepat menyerah Iza, kita coba dulu cari di tempat fotokopi siapa tahu di sana ia ada menjual lem itu, jangan putus asa dulu sayang!” Ayah berusaha meyakinkanku untuk tidak putus asa.

Malam itu adalah malam penuh keajaiban bagiku. Baru kali itu ayah mengucap kata sayang untukku. Kata – katanya tadi tidak akan pernah aku lupakan dan aku berjanji sesampainya di rumah aku akan menulis dan mengabadikan ucapan ayah tadi.

Pencarian kami masih berlanjut, hingga sampailah di suatu toko fotokopi yang terletak di sudut kota kecil ini. Ternyata lem itu ada dan betapa girangnya aku kala itu. Aku sangat senang bahwasannya lem yang kecil membawa keajaiban hidup dalam sisi kehidupanku.

“Ayah terimakasih banyak… ayah mau mencarikan le mini untuk Iza!” aku dengan linangan air mata berterimakasih pada ayah.

“Iya…., jangan cepat putus asa ya nak…” ayah dengan besar hati menasehatiku.

Ya Rabb terimakasih. Malam itu malam penuh keajaiban bagiku, aku tak tahu kenapa ayah bisa berubah secepat itu. Semalam bersama ayah sungguh sangat berkesan dalam kisah hidupku yang ditoreskan Tuhan dalam skenario kehidupanku. Ayah, suasana inilah yang sangat aku tunggu dan nantikan dalam sepanjang kehidupanku selama ini.

Malam itu berlalu dengan indahnya kemerlap bintang di langit, walau aku tak pernah tahu seperti apa wujud bintang itu. Sesuai dengan janjiku pada diari, aku tidak akan bertanya perihal ayah berubah padaku, namun aku akan menunggu sampai ia yang akan mengatakannya sendiri. Walau sampai detik ini, ia belum jua memberikan alasannya aku akan terus memberikan cintaku untuknya ayahku.. ayah yang tidak biasa namun berlaku dengan luar biasa.

Dengan lem itu akhirnya aku bisa menyelesaikan karyaku untuk kado ulang tahun ayah, yang jatuh esok hari. Umurnya akan genap 48 tahun, dan aku yakin ia pasti akan semakin bijak dan punya rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap keluarganya. Dan aku segera membungkuskan kado untuk ayah, dan juga kuselipkan kalimat buat ayah, berikut kalimat yang ku tulis di kertas kecil putih itu :

“Teruntuk Ayah yang kucinta…
Aku tak tahu sebab apa dirimu telah menaruh perhatian padaku…
Namun jujur aku tidak menyalahkanmu atas segala sikap yang kuterima selama ini darimu..
Ayah,
Terimakasih untuk semalam kemarin, aku sangat bahagia merasakan kehangatan dan kenyamanan punggungmu…
Aku juga senang mendengar ucapan – ucapanmu yang begitu lembut dan bermakna…
Ayah, satu hal lagi yang ku tunggu darimu…
Yaitu dekapan penuh cinta dan kasih sayang…
Aku ingin merasakan dekapan cintamu ayah…
Semoga saja… kau kan mengabulkan pinta ku ini…
Oh iya, selamat ulang tahun ya ayah… semoga ayah akan tetap seperti ini terhadapku.. dan cinta yang besar dalam relung hatiku ini, akan selalu tertanam untukmu duhai ayahandaku yang sangat ku sayangi…
Ayah, sekali lagi terimakasih untuk semuanya…   ^_^
           
            Salam, anakmu    **Iza**


Sekian kisah haru seorang ayah dan anaknya….   (^.^)