kita semua tahu, waktu bergulir begitu sahaja... tak pernah berhenti sejenak hanya untuk menahan napas yang sesak.
Ah, kalu bicara waktu memang tak kan pernah habisnya.. mereka terlalu muluk memang buat diperbincangkan.. kawanku... kali ini mungkin bukan sebuah kisah yang kan kubagi untukmu.. tapi bayangan-bayangan yang menari hebat dipikiranku. bayangan itu terus mengusikku.. dan kau tahu?? bayangan itu bertanya kepadaku.. jika ini yang terakhir, kau mau apa??
Dalam kondisi seperti ini aku tak pernah terbayangkan jika ini memang benar-benar yang terakhir dan tak kan ada awal yang memulai.. terang saja.. aku gugup dan terdiam jika pertanyaan ini akan terus menghantui ku?? tapi kalau memang harus dijawab aku akan menjawab namun itu butuh waktu kawanku..... dan kali ini aku perlahan akan memikirkannya... pertama jika ini memang yang terakhir.. mungkin akau akan berusaha semampuku untuk berbuat yang terbaik.. tapi dengan kondisi mentalku yang seperti ini rasanya ada keraguan besar di hatiku untuk melakukannya.. apalagi suasana yang kualami sekarang ini samasekali tak mendukungku... ah.. terlalu banyak keluhan memang.. orang bijak bilang... tak kan ada banyak kata keluhan dari orang yang selalu bersyukur... berarti aku kurang bersyukur.. duh,.. memahami diri sendiri sulit rasanya...
bukannya.. ingin untuk memperburuk diriku ini tapi terlalu susah untuk diajak ke arah kebaikan itu... Ya Rabb.. sesulit inikah melawan diri sendiri??
jika ini memang yang terakhir.. aku akan menyesali semua kesalahan-kesalahan yang pernah kulakukan... bukan hanya menyesali tapi juga memperbaiki Insya Allah jika itu memang benar-benar akan kulakukan demi yang terakhir.. tapi.. aku heran... kenapa hanya untuk yang terakhir kita melakukan yang terbaik???
ya karena memang tak ada kemungkinan lagi tentang kesempatan yang akan datang setelahnya... dan karena yang terakhir juga.. orang-orang baru menyadari jika sesuatu itu benar-benar berarti.. untuknya...
kawanku?? bagaimana menurutmu jika ini memang yang terakhir???
Jangan mudah menyerah kawan.. perjuangan kita masih panjang... hadapi dengan senyuman... karena Allah kan selalu bersama kita...(^_^)
Senin, 16 Desember 2013
Selasa, 10 Desember 2013
Sensasi di kegelapan
Seperti pemandangan malam di laut pada gambar di atas, rasanya tenang sekali.. dan indah.. apalagi ditemani dengan bintang - bintang yang kemerlapnya berkilauan....
Ah.. sudahlah terlalu lebay bagiku mendeskripsikan keindahan kala malam hari di lautan... oke sob.. kali ini mari kita berbicara tentang sensasi.... apa itu sensasi..?? bukan kerjaan saya untuk memberi tahu.. kan ada oma Google yang super duper pintar.. cari ajha ndiri.. hihihihi... selamat mencari ya....
yup kembali lagi ke sensasi... kalo liat gambar di atas aja nggak cukup untuk merasakannya.. kalo gitu langsung aja ke lapangan... kwkwkkwk...
oke.. pengantar di atas sama sekali ngawur dan nggak nyambung dengan pembahasan kita kali ini. Baiklah untuk tidak memperpanjang pertelean ini, mari kita mulai dengan niat tulus dan ikhlas sembari mengucapkan Basmallah....
Kawanku... di saat kegalauan melanda dirimu.. (Macam pak Mario Teguh pula aku.. hihihi..)
pasti banyak permasalahan yang membuat engkau merasa rapuh dengan keadaanmu itu...
kau pasti ingin sendiri... menangis.. meratapi akan hal ikhwal yang kau hadapi...
dan akupun tahu bahwa engkau pasti sangat butuh dengan seseorang yang mau mendengarkan luahan isi hatimu.. namun untuk saat ini itu tak bisa ditemukan....
satu saranku kawanku...... dikala dirimu sudah berada pada fase itu.. maka lakukanlah metode yang kulakukan ini.. Insya Allah manjur hehehe.. itu sih menurut aku ya.. belum tau jika dicoba kekamu...
baiklah.. hal yang kulakukan adalah merasakan sensasi di tengah kegelapan.... saat galau itu kan dirimu ingin sekali menangis.. maka coba matikan lampu kamarmu.. dan sejenak kamu duduk di tengah gelap itu.. saran saya jangan sampai pikirannya kosong karena nanti bisa dirasuki roh jahat.. hihih.. tetap berpikir sehat... lalu renungkan semua kenangan dan peristiwa pahit yang kau alami.. ingat masa - masa pahit itu.. dan menangislah karenanya... karena tidak ada yang melihatmu menangis kala itu... menangislah sejadi-jadinya... dan ketika tangisanmu sudah berhenti... kenanglah peristiwa-peristiwa menyenangkan yang pernah kau alami.. peristiwa di mana orang-orang merasa bahagia di sampingmu..
oleh sebab itu ambillah kesimpulan dari renunganmu itu... ternyata.. di dunia ini kita dihadapkan dengan permasalahan yang berbeda-beda... bahkan setiap orang memiliki tingkat permasalahan yang begitu rumit...
katakanlah pada masalahmu itu... "Wahai masalah.. Allah-ku Maha besar....," yakinlah bahwasannya Allah punya alasan kenapa kita dihadapkan dengan perihal itu... percayalah Allah sangat sangat dan bahkan lebih dari sangat mencintai kita hambaNya....
sobatku... akhir dari renungan ini..nikmati kegelapannya.. dan bayangkan ada cahaya-cahaya putih yang bertebaran di depanmu... cahaya-cahaya itu adalah wajah ibumu yang sedang tersenyum bangga padamu, wajah ayah, saudara dan siapapun yang tersenyum karenamu... bayangkan bahwa mereka semua menunggu untuk kesuksesanmu... buktikan pada mereka... bahwa dirimu sudah dewasa kini... kamu bisa menghadapi permasalahan ini...
setelah hatimu merasa lebih baik... hidupkanlah lagi lampu kamarmu... selanjutnya ambil secarik kertas.. dan torehkan di kertas itu apa saja yang telah terjadi dan yang telah kau lakukan selama ini... pada sisi kertas lainnya torehkan lah hal-hal yang ingin dan akan kau lakukan... untuk membuktikan pada mereka siapa dirimu sesungguhnya... lalu gantunglah kertas itu di tengah kamarmu.. atau taruh di mana saja yang bisa setiap saat kau baca....
setelah itu.. tidurlah.. dan larut dalam mimpimu yang segera kau raih......
siiip teman-teman... itulah metode mengatasi galau yang ingin kubagi denganmu...
semoga bermanfaat ya... ^_^
Suatu Malam bersama Ayah….
Namaku Iza, aku
adalah anak kedua kembar kedua dari empat bersaudara. Ayah dan Ibuku adalah
asli keturunan Minang. Dan itu berarti aku asli anak Minang. Aku berbeda dengan
saudaraku yang lainnya. Ya perbedaanku terletak dari keterbatasanku dari
saudaraku yang lainnya, ya aku buta. Aku tak pernah melihat wajah dunia ini
tapi aku merasakan betapa besar dunia ini. Keterbatasanku bukanlah penghalang
dalam hidupku, bahkan aku bersyukur kepada Ilahi Rabbi karena masih diberi
kesempatan memiliki kaki tangan dan tubuh yang sehat. Walau aku tak pernah
melihat tapi aku memiliki perasaan peka yang luar biasa terhadap segala hal
yang berada di dunia ini. Aku bangga menjadi keturunan Minang, karena Minang
terkenal dengan perantauan pemudanya yang sudah ke mana – mana. Namun di sini bukan
bicara Minang, tapi bagaimana aku bangga dengan Ayah yang bukan biasa bagiku,
Ayah yang mungkin berbeda dari Ayah-ayah didunia lainnya. Dan juga bagi anak –
anak yang tak mengetahui siapa Ayahnya, bahkan aku ingin mengajak anak tersebut
menjadi saudaraku untuk merasakan betapa hebatnya Ayahku.
Ayahku orangnya
sangatlah pendiam dan tak banyak muluk. Suatu ketika aku pernah menganggap ayah
bukanlah ayahku, karena ia tak pernah menunjukkan kasih sayangnya padaku.
Bahkan Ayah tak pernah berbincang padaku. Yang ku tahu Ayah mungkin hanya
melirikku dari jauh mungkin dengan tatapan penuh jenuh. Aku tak tahu apa yang
terjadi dengan Ayah? Apakah ia tak rela aku hadir di dunia ini ataukah ia tak
berterima dengan kehadiranku di rumah yang semu ini. Aku tak tahu, yang penting
bagiku kala itu Ayah bagaikan orang asing bagiku.
Ayah hanya
bekerja lalu pulang ke rumah kemudian makan dan terus tidur. Begitulah kesehariannya
di rumah. Untuk menyapanya saja aku sangatlah enggan, orang yang tak pernah aku
ajak bicara itu juga tak pernah mencoba mengajak aku bicara bahkan saling
menyapa. Sebenarnya setahuku ayah orangnya lincah berbicara tapi tidak
denganku, bahkan dikala aku rindu suaranya aku menyelinap ke samping kamar Ayah
dan Ibu untuk mendengarkan suaranya, begitulah aku ketika merindukan suara sang
Ayah. Pernah suatu ketika aku berpikir aku rasanya tidak punya ayah.
Aku sungguh tak
tahu perkara apa yang telah mendera rumah ini, dan pernah aku bertanya pada ibu
tentang sikap Ayah, namun ibu selalu berkelebat ini-itu hingga tak pernah
menjawab akan hal sikap Ayah padaku, hingga akhirnya aku mengurungkan diri
untuk tidak lagi menanyakan perkara tersebut kepada Ibu. Di rumah aku hanya
mengadukan segala keperluanku pada Ibu, tak pernah terbesit dipikiranku untuk
meminta bahkan merengek pada ayah. Oh Ayah apa salahku??. Aku terus saja
menunggu sampai kapan aku bisa menahan ini semua, dan sampai kapan Ayah mau
bicara kepadaku.
Aku terus saja
menunggu sampai ayah mau memberikan setetes kasih sayangnya padaku. Aku punya
catatan harian yang menjadi teman bagiku, walau aku tak pernah melihat
bagaimana jeleknya tulisanku tapi aku tau segala kata dan kalimat yang
kutoreskan di buku harianku itu. Berikut tumpahan sembilu dihatiku yang ku tuliskan
di buku harianku.
“ Duhai diariku,
selamat malam….
Ada banyak rasa
yang ingin kutumpahkan di kertas yang ku ketahui berwarna putih ini. Diari
sampai detik ini aku masih menunggu kalimat yang kan ayah lontarkan padaku.
Ingatkan aku ya diari, bahwa aku akan menulis dan menyimpan baik – baik kalimat
atau kata yang pertama kali terlontar dari mulut ayah untukku.
Aku tau diari,
ayah mungkin pernah mengumandangkan iqamah di telingaku sewaktu aku terlahir ke
bumi yang fana ini. Tapi aku tak pernah tahu bagaimana perasaanku kala itu
diari.
Diari, aku
memang berbeda dengan saudaraku yang lain namun aku sangat berharap ayah tidak
membedakan aku dengan saudarku yang lain itu.
Suatu saat
nanti, ketika ayah sudah mulai akrab denganku…
Aku tak akan
menanyakan perihal dia tak mau bicara denganku…
Tapi aku akan
menunggu hingga ia akan mengakuinya sendiri….
Diari…, semoga
saja malam ini do’aku di ijabah oleh Allah Azza
Wa Jalla
Ya Rabb, ku
mohon agar Engkau terus menjaga dan melindungi ayahku dari segala marabahaya
yang kan menimpanya…, aamiinn..
Kalimat untuk
ayah malam ini : “ Ayah.. aku ingin sekali melihat senyummu…, jika tak bisa aku
hanya ingin mendengar tawamu!”
Begitulah
goresan yang terus kubuat di dalam diariku. Di akhir diari aku selalu menyisipkan
kalimat untuk ayah malam ini dan berharap suatu hari nanti ayah membacanya dan
sadar betapa aku sangat mencintainya. Sungguh ayah cintaku sangatlah besar
untumu.
Suasana di rumah
mulai terasa berbeda ketika suatu hari terjadi keajaiban di dalam kesemuan
rumah ini. Aku orang yang sangat suka dengan kreativitas, suatu malam aku ingin
membuat sesuatu karya kerajinan tangan untuk karya perdanaku. Aku hobi membuat
sesuatu dari kain flannel, aku tak tahu benda – benda menakjubkan yang telah
aku buat. Namun malam itu, aku sangat ingin sekali membuat sesuatu dan itu ku
sengaja untuk membuat gantungan kunci yang besar yang nantinya kan kujadikan
kado ulang tahun untuk ayah. Ayah yang lahir di akhir tahun itu sangat aku
cintai, aku ingin sekali memberinya kado terutama mainan kunci yang ingin
kubuat sendiri dengan kemampuanku. Tapi, lem yang biasa aku pakai untuk membuat
karya dari flanel itu sudah habis, aku tau saudaraku yang lain juga sering
menggunakannya untuk perihal lain, dan kesalahanku juga tak pernah melarang
mereka untuk mengambil barang – barang kerajinanku, karena aku takut mereka
juga menjauhiku seperti ayah. Permasalahan lem ini menjadi perkara besar
bagiku, aku merengek kepada ibu untuk segera membelikannya sampai aku tak mau
berhenti menangis sampai lem itu ada di tanganku. Ibu terus saja menghiburku
dengan memberikan lem yang berbeda, tapi aku tau itu bukan lem yang biasa aku
pakai. Terus saja aku merengek manja dan memberontak pada ibu untuk membelikan
lem itu.
Saat itu wajah
dunia mulai gelap, sang raja siang sudah kembali pada peraduannya. Dan aku
masih seperti sore tadi menangis tersedu sedan akan perihal lem yang aku
butuhkan. Ibu hanya mebiarkanku seperti itu, sampai aku mau berhenti menangis
sendiri. Tangisku terus saja mengerang hingga ayah pulang dari kantor. Aku
yakin dia pasti menoleh padaku dan bertanya sebab musabab perihal dari
tangisanku kepada ibu, namun suara langkah sepatunya mendekati tempat di mana
aku duduk sembari menangis sendu. Dan tiba – tiba ia bertanya
padaku.
“Duhai Iza anak
ayah !, ada apa gerangan Iza menangis tersedu sedan seperti ini?”, suaranya
terdengar lirih mengalir ke telingaku.
Jujur aku
termangu dan terdiam saat itu ketika mendengar ucapannya itu. Aku tak tahu
perihal apa yang telah terjadi padanya hingga ia bersuara dan menaruh perhatian
kepadaku.
“Ayah, Kau
bicara padaku?” tanyaku heran kepadanya. Aku tak tahu wajah seperti apa
terpampang di mukanya sekarang.
‘Iya, Iza. Ayah
bertanya padamu. Ada apa gerangan yang terjadi pada anak ayah?”, ayah berusaha
meyakinkanku atas apa yang ia katakana padaku.
“Ayah, Iza tidak
punya lem untuk membuat karya. Dari tadi Iza meminta pada Ibu tapi belum jua
dibelikan, kata ibu lem itu tidak ada dijual di warung sekitar. Namun Iza
membutuhkan lem itu pada saat ini!” dengan tersedu – sedu aku ceritakan pada
ayah perihal tangisanku. Dan aku berharap ayah mau memberi solusi yang baik
untukku.
“Iza, tak usah
menangis lagi. Habis mandi nanti ayah kan carikan lem itu untuk Iza, kita pergi
bersama ya??” ayah dengan suaranya yang lepas mengungkapkan kalimat perhatian
penuh syahdu kepadaku.
Aduhai betapa
bahagianya aku ketika mendengar semua ungkapan ayah padaku senja ini. Sembari
menunggu ayah mandi dan shalat, aku segera mencatat kalimat pertama yang ayah
lontarkan tadi padaku. Sesuai janjiku pada diari untuk menulis dan menyimpan
baik – baik kalimat pertama yang kan ayah lontarkan padaku tadi. Dan kini
kalimat itu sudah berada di dalam kotak kecil yang selalu kujadikan kotak
rahasiaku. Dan kuharap tulisanku itu akan abadi hingga akhir hayatku nanti.
Usai sudah ayah
mandi dan shalat, malam itu sekitar jam setengah delapan ayah mengeluarkan
motornya yang sebelumnya terletak di ruang dapur kami yang cukup luas. Terdengar
olehku bising motornya telah hidup dan segera aku keluar menuju ayah.
“Ayo naik Za!!”
ayah menyuruhku naik dibelakngnya.
Ibu datang
membantuku untuk duduk di belakang ayah. Sekejap akupun kini telah berada di
belakang punggung ayah yang hangat.
Ya Tuhan ucapku,
sehangat inikah punggung seorang ayah..? aku nyaman dan damai rasanya
dibelakang punggung ayah. Seumur hidup baru kali ini aku merasakan kehangatan
dan kenyamanan punggung seorang ayah. Teman, betapa bahagianya aku saat itu
mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sudah lama ku tunggu – tunggu dan
kurindukan. Ayah aku semakin cinta padamu.
Motor ayah terus
melaju menuju pusat kota kabupaten kami, sudah beberapa toko buku kami lewati
namun semuanya sudah tutup, lem itu biasanya dijual di toko buku. Mungkin sudah
malam makanya semuanya tutup. Namun, ayah tidak berputus asa dia terus saja
mengendarai motornya dan aku berharap ayah tidak bosan dalam perjalananku
bersamanya mencari sebuah lem yang tidak terlalu berharga. Sudah keliling
kompleks toko kami lalui, si lem belum juga bersua malam itu.
“Ayah, sudahlah
kalau tidak ada. Kita pulang saja ya.. sudah malam nanti ayah kedinginan!” dari
belakang punggungnya aku berusaha untuk membuatnya segera pulang karena hari
sudah mulai malam dan jarak kami masih jauh dari rumah.
“Jangan cepat
menyerah Iza, kita coba dulu cari di tempat fotokopi siapa tahu di sana ia ada
menjual lem itu, jangan putus asa dulu sayang!” Ayah berusaha meyakinkanku
untuk tidak putus asa.
Malam itu adalah
malam penuh keajaiban bagiku. Baru kali itu ayah mengucap kata sayang untukku.
Kata – katanya tadi tidak akan pernah aku lupakan dan aku berjanji sesampainya
di rumah aku akan menulis dan mengabadikan ucapan ayah tadi.
Pencarian kami
masih berlanjut, hingga sampailah di suatu toko fotokopi yang terletak di sudut
kota kecil ini. Ternyata lem itu ada dan betapa girangnya aku kala itu. Aku
sangat senang bahwasannya lem yang kecil membawa keajaiban hidup dalam sisi
kehidupanku.
“Ayah
terimakasih banyak… ayah mau mencarikan le mini untuk Iza!” aku dengan linangan
air mata berterimakasih pada ayah.
“Iya…., jangan
cepat putus asa ya nak…” ayah dengan besar hati menasehatiku.
Ya Rabb
terimakasih. Malam itu malam penuh keajaiban bagiku, aku tak tahu kenapa ayah
bisa berubah secepat itu. Semalam bersama ayah sungguh sangat berkesan dalam
kisah hidupku yang ditoreskan Tuhan dalam skenario kehidupanku. Ayah, suasana
inilah yang sangat aku tunggu dan nantikan dalam sepanjang kehidupanku selama
ini.
Malam itu
berlalu dengan indahnya kemerlap bintang di langit, walau aku tak pernah tahu
seperti apa wujud bintang itu. Sesuai dengan janjiku pada diari, aku tidak akan
bertanya perihal ayah berubah padaku, namun aku akan menunggu sampai ia yang
akan mengatakannya sendiri. Walau sampai detik ini, ia belum jua memberikan
alasannya aku akan terus memberikan cintaku untuknya ayahku.. ayah yang tidak
biasa namun berlaku dengan luar biasa.
Dengan lem itu
akhirnya aku bisa menyelesaikan karyaku untuk kado ulang tahun ayah, yang jatuh
esok hari. Umurnya akan genap 48 tahun, dan aku yakin ia pasti akan semakin
bijak dan punya rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap keluarganya. Dan aku
segera membungkuskan kado untuk ayah, dan juga kuselipkan kalimat buat ayah,
berikut kalimat yang ku tulis di kertas kecil putih itu :
“Teruntuk Ayah
yang kucinta…
Aku tak tahu
sebab apa dirimu telah menaruh perhatian padaku…
Namun jujur aku
tidak menyalahkanmu atas segala sikap yang kuterima selama ini darimu..
Ayah,
Terimakasih
untuk semalam kemarin, aku sangat bahagia merasakan kehangatan dan kenyamanan
punggungmu…
Aku juga senang
mendengar ucapan – ucapanmu yang begitu lembut dan bermakna…
Ayah, satu hal
lagi yang ku tunggu darimu…
Yaitu dekapan
penuh cinta dan kasih sayang…
Aku ingin
merasakan dekapan cintamu ayah…
Semoga saja… kau
kan mengabulkan pinta ku ini…
Oh iya, selamat
ulang tahun ya ayah… semoga ayah akan tetap seperti ini terhadapku.. dan cinta
yang besar dalam relung hatiku ini, akan selalu tertanam untukmu duhai
ayahandaku yang sangat ku sayangi…
Ayah, sekali
lagi terimakasih untuk semuanya… ^_^
Salam, anakmu **Iza**
Sekian kisah
haru seorang ayah dan anaknya…. (^.^)
Langganan:
Postingan (Atom)